December 31, 2012

Depth Conversion

Selama beberapa tahun kebelakang, konversi waktu kedalam domain kedalaman lebih banyak menggunakan fungsi polinomial yang didapatkan dari data sumur. Setelah itu penggunaan data stacking velocity mulai digunakan, terutama untuk kasus dimana variasi lateral sangat mendominasi. Dalam beberapa tahun kebelakang penggunaan data stacking velocity sudah mulai meningkat terutama setelah adanya improvement dalam prosesing seismik dan teknik modelling numerik. 

Konversi data seismik ataupun peta struktur waktu ke domain kedalaman merupakan hal yang sangat penting dalam eksplorasi migas. Pengerjaan prognosis kedalaman merupakan hal yang kritikal, kesalahan interpretasi prognosis kedalaman dapat sangat berakibat fatal, terutama impactnya akan terjadi pada program pengeboran yang dilakukan dan keputusan ekonomis yang akan diambil.

Konversi kedalaman dari data seismik domain waktu membutuhkan suatu model kecepatan bawah permukaan. Data kecepatan ini dihasilkan dari bermacam sumber, seperti data checkshot atau VSP dan data log sonik, atau pengukuran "indirect" seperti kecepatan yang dihasilkan dari picking velocity saat processing setelah Dip Move Out (DMO). Flatspots dan data bawah permukaan lainnya dapat digunakan sebagai kontrol kecepatan.

Model kecepatan dari data sumur menggunakan persamaan yang umumnya menggambarkan perubahan kecepatan secara linear. Model kecepatan dihasilkan dari layer per layer hasil interpretasi horison seismik yang dikalibrasi terhadap sumur, semakin sedikit sumur yang digunakan sebagai kontrol, pada umumnya untuk daerah yang jauh dari kontrol sumur akan dilakukan smooth interpolation. Ketika kecepatan bervariasi secara lateral, spatial sampling dari sumur akan memberikan hasil yang bias. Stacking velocity menyediakan informasi tambahan tersebut untuk memahami perubahan kecepatan. Shallow gas sandsseabed scarps atau mud diapir akan menghasilkan strong overburden anomali kecepatan.

Depth Migration

Tidak seperti migrasi dalam kawasan waktu, migrasi dalam kawasan kedalaman mencover perubahan kecepatan secara lateral. Untuk flat overburden, perubahan kecepatan secara lateral adalah kecil, lain halnya dengan daerah dengan struktur yang kompleks.

Anomali kecepatan tinggi seperti yang biasa ditemui pada karbonat, dapat mengakibatkan pull-up velocity anomaly atau antiklin semu (Gambar 1). Atau pada daerah kecepatan rendah seperti water bottom dengan kemiringan tajam / canyon yang menghasilkan sinklin semu dapat menghasilkan peta struktur bawah permukaan yang misleading.


Gambar 1. Gambaran model bawah permukaan dalam kawasan waktu menunjukkan pada daerah yang dilingkari terlihat adanya pull-up effect atau antiklin semu yang dapat mengakibatkan munculnya struktur dalam peta bawah permukaan dan membuat horison dibawahnya terangkat dari yang seharusnya flat. Efek ini dapat dihilangkan dengan menggunakan Pre-Stack Depth Migration (PSDM).

Stacking Velocity Depth Conversion

Baik itu dalam data seismik 2D ataupun 3D, data stacking velocity hasil prosessing seismik merupakan data yang sangat penting dalam konversi kedalaman. Resolusi vertikal pada umumnya rendah sebagaimana hanya event seismik utama yang digunakan dalam picking velocity. Resolusi lateral umumnya dibatasi oleh geometri akuisisi, yang sesuai dengan kebutuhan hyperbolic moveout didalam gathers. Resolution limit pada normalnya berkisar antara 1/2 dan 1 panjang kabel, berdasarkan muting.

Saat ini dengan metoda yang lebih modern, stacking velocity dapat memprediksi model bawah permukaan dengan akurasi yang sangat tinggi, error yang tersisa adalah karena noise. Kebanyakan noise ini bukanlah random noise. Pada umumnya jika sudah ada stacking velocity, maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan Correction Factor yang diperoleh dari :

Correction Factor (CF) = Pseudo velocity di sumur (well depth/seismic time) / Average stacking velocity di sumur

Selanjutnya cibuat crossplot antara Stacking Vav vs CF untuk mendapatkan fungsi CF. Fungsi ini lalu dikalikan dengan average velocity grid untuk mendapatkan corrected average stacking velocity grid to events. Ini dapat dilakukan juga dalam interval velocity menggunakan pendekatan Dix.

Beberapa metoda tersedia untuk memfilter noise dalam stacking velocity. Workflow pengerjaan untuk eliminasi noise dan kalibrasi sumur dengan menggunakan horizon consistent velocity adalah sbb:

- Sebagai efek dari kompaksi, waktu dan kecepatan saling berhubungan. Ketika mapping stacking velocity thd surface time, langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan crossplot stacking velocity pada surface dalam domain waktu. Langkah berikutnya adalah dengan menerapkan fungsi persamaan yang diperoleh untuk menghasilkan velocity trend map yang mengcover efek kompaksi tsb. Perbedaan antara original horizon stacking velocity dan velocity trend map adalah residual velocity map yang menunjukkan variasi lateral.

- Selanjutnya pendekatan geostatistik dilakukan, ini mirip dengan spatial low-pass filtering. Kita menghilangkan noise-noise, yang umumnya mempunyai high-spatial frequency dan terdapat dikebanyakan sinyal.

May 28, 2012

Abadi Gas Field

Abadi Field merupakan lapangan dengan discovery pertama di Indonesia dari Formasi Middle Jurassic Plover. Ini merupakan penemuan gas yang sangat besar berlokasi 350 km sebelah timur Pulau Timor dan 350 km utara Darwin, Australia. Abadi Field terletak sebelah utara perbatasan internasional dengan Australia, dengan water depth  400-800 m. Abadi Field berada pada Blok Masela PSC dibagian timur dari Laut Timor, Indonesia bagian timur, disepanjang perbatasan internasional Indonesia - Australia (Gambar 1). Masela PSC diberikan kepada Inpex Corporation sebagai Operator dengan 100% interest pada November 1998. Namun pada July 2011, Inpex menandatangani agreement dengan Shell untuk 30% transfer participating interest. Dan saat ini PT. Energi Mega Persada (EMP) juga mempunyai kepemilikan 10% interest.

Discovery well Abadi-1 telah didrill dan selesai pada akhir 2000. Mengikuti kesuksesan discovery well, 2,060 km2 3D seismic survey diakuisisi pada 2001 dan dua sumur appraisal telah sukses didrill pada 2002.

Secara geologi, Abadi Field terdiri dari relatively undeformed Australian continental margin yang memanjang hingga perairan Indonesia. Lapangan ini terletak pada ujung timur dari Sahul Platform dan menempati larged tilted fault block yang dibatasi di sebelah timur dan selatan oleh Calder-Malita Grabens. Abadi Field mempunyai akumulasi kolom gas yang signifikan, reservoir berada pada lingkungan shallow marine, highly mature, quartzose sandstone dari Formasi Middle Jurassic Plover. Analog terdekat pada Giant Greater Sunrise dan Bayu-Undan fields. Kualitas reservoir, pada kedalaman ~3,900 m, bervariasi dari good to poor, menggambarkan interaksi kompleks dari kontrol pengendapan utama dan pengaruh diagenesis pada tahap akhir. Perkiraan cadangan awal sebesar 5 TCF.

Gambar 1. Peta lokasi dari Lapangan Gas Abadi. Garis kontur menandakan water depth (m). Lapangan gas Abadi berlokasi di Blok Masela PSC di bagian timur Laut Timor, Indonesia bagian timur, sepanjang perbatasan internasional Indonesia dan Australia. Deep Timor Trough dengan water depth lebih dari  1,500 m berada diantara outer ridge of the Banda Arc dan Blok Masela. Blok Masela berada pada area upper slope dari paparan kontinental Australia dengan water depth 300 m to 1,000 m.


Abadi field berada pada Cekungan Northern Bonaparte, di Sahul Platform sebelah timur akhir dari Sunrise-Troubadour High (Gambar 2). Ini dibatasi kesebelah timur oleh Masela Deep, yang merupakan perpanjangan kesebelah utara dari Calder Graben. The Malita Graben berada disebelah barat daya dan terdiri dari sedimen tebal Cretaceous-Tertiary. NW Trending Goulburn Graben, dengan sedimen tebal Paleozoic, berlokasi di sebelah tenggara. Timor Trough berada disebelah utara.

Kurang lebih 250 km sebelah barat Abadi, Lapangan Gas Sunrise-Troubadour (proved & probable recoverable reserves: 8.4 TCF; informasi publik dari Northern Territory Government of Australia) menempati sumbu Sunrise-Troubadour High. Lapangan Gas Evans Shoal (proved & probable recoverable reserves: 6.6 TCF; informasi publik dari Northern Territory Government of Australia) berada kurang lebih 150 km sebelah baratdaya Abadi diantara Sunrise-Troubadour High dan Malita Graben. 

Perkembangan dari Cekungan Northern Bonaparte dipengaruhi oleh rifting dan pemisahan kontinen pada middle Jurassic - early Cretaceous sepanjang margin sebelah barat laut Australia, dan pada akhirnya dimodifikasi oleh collision antara Indo-Australian dan Sunda plates dari Miocene - present (Whittam et al. 1996).

Gambar 2. Peta Tectonic elements dari Cekungan Northern Bonaparte. Abadi field berada pada Cekungan Northern Bonaparte, di Sahul Platform sebelah timur akhir dari Sunrise-Troubadour High. Ini dibatasi kesebelah timur oleh Masela Deep, yang merupakan perpanjangan kesebelah utara dari Calder Graben. The Malita Graben berada disebelah barat daya dan terdiri dari sedimen tebal Cretaceous-Tertiary (Courtesy Inpex Masela, Ltd - PROCEEDINGS, INDONESIAN PETROLEUM ASSOCIATION Twenty-Ninth Annual Convention & Exhibition, October 2003 "The Abadi Gas Field")

April 4, 2012

West Natuna Basin

West Natuna Basin berada kurang lebih diantara Malay Peninsula Basin dan Pulau Kalimantan yang terbentuk pada Intra-continental rift basin pada Sunda Platform. West Natuna Basin dibatasi oleh Pulau Anambas disebelah selatan, Natuna Arch di arah timur, dan Khorat Swell di bagian utara (Gambar 1). Banyak oil company seperti Conoco Phillips, Premier Oil, Gulf, Genting Oil, hingga Petronas yang telah melakukan eksplorasi hingga berhasil memproduksi hidrokarbon.

Gambar 1. Physiography of West Natuna Basin (Courtesy Pertamina BPPKA, 1996)

West Natuna Basin terbentuk kurang lebih sama seperti kebanyakan basin di Indonesia bagian barat yaitu pada masa Eocene dan dicirikan oleh SW-NE half-graben rifting (Gambar 2). Periode tectonic quiescence terjadi pada Mid Oligocene - Early Miocene dan diikuti oleh basin subsidence dimana sedimen seperti Keras dan Upper Gabus diendapkan dengan baik. Tectonic inversion terjadi pada Middle Miocene dan dicirikan oleh unconformity dari Formasi Barat dan Formasi Intra Arang. Inversi yang sangat signifikan terjadi di area bagian utara dari West Natuna Basin, saat itu tidak terjadi pada area utama. Regional gentle subsidence terjadi pada Middle Miocene saat Formasi Muda diendapkan. Sedangkan subsidence maksimum terjadi dekat perbatasan Malaysia-Indonesia.

 Gambar 2. Basin Evolution of West Natuna Basin (Ilona, 2006)

Benua/Lama shale, Keras dan Formasi Barat dikenal sebagai source rock yang baik (Gambar 3). Kebanyakan dari Formasi tersebut dikelompokkan kedalam tipe I Kerogen dari lacustrine shale. Pada cekungan ini, oil window dibentuk pada kedalaman 7000 ft. Lower Gabus Sandstones dikenal sebagai reservoir dengan ketebalan bervariasi antara 15-350 ft dan porositas 10-27%. Gabus sandstones merupakan contoh reservoir di Lapangan Anoa dan KF. Upper Gabus sandstones merupakan reservoir utama dari kebanyakan lapangan di West Natuna Basin yang diendapkan pada distributaries channel, channel bars, dan crevasse splay. Barat shale melapisi Formasi Upper Gabus yang mana lebih sandy pada bagian utara dan dikenal sebagai Intra-Barat sandstone. Lower Arang juga menjadi reservoir yang penting dengan porositas sangat baik antara 26%-32% yang ditemui di Lapangan Belida, Belut, dan Kakap. Middle Arang sandstone mempunyai porositas hingga 32%, dan pada umumnya merupakan reservoir yang baik. Barat shale merupakan effective regional seal rock untuk Lower Gabus Sandstone. Ketebalan yang besar terbentuk pada bagian tengah dari basin dan menerus hingga Malay Basin hingga ke barat (hingga 1000 ft). Penyebaran yang luas dari Arang shale juga menyediakan effective regional seal rock untuk Lower Arang Sandstone. Perangkap antiklin merupakan perangkap favorit dikarenakan regime tectonic inversion. Perangkap Stratigrafi ditemukan di lapangan Belida sebagai crevasse splay dan stratigraphic pinch-out. Kombinasi dari perangkap struktur dan stratigrafi juga ditemukan pada sesar normal di sepanjang bagian selatan dari basin.

 Gambar 3. Tectonostratigraphy of West Natuna Basin

January 3, 2012

Barito Basin

Lapangan Tanjung berlokasi di Barito Basin, SE Kalimantan, Indonesia (Figure 1). Ditemukan pada 1938, tapi belum berproduksi penuh hingga terhubung ke pipeline di tahun 1962. Saat bagian dalam dari sumur Tanjung-1 tested light oil dari Formasi Lwr Tanjung. Lapangan Tanjung mempunyai STOOIP 600 MMBO dan cadangan terbukti ~160 MMBO, dengan recovery factor 27%. Pada tahun 2000, Lapangan Tanjung telah mencapai total produksi ~136 MMBO (22.7% recovery factor). Target pada Lapangan Tanjung terdapat pada kedalaman dangkal (650-1500 m TVDSS) overthrust anticline dalam tujuh bagian utama, vertically stacked reservoirs, dimana bagian dalamnya terdiri dari fractured granitic basement. Mayoritas cadangan terdapat pada Formasi Lwr Tanjung, transgressive interval dari synrift hingga early postrift alluvial-fan, fluvial, delta plain dan shallow marine facies.


Figure 1. Lokasi dari Lapangan Tanjung, Barito Basin, SE Kalimantan, Indonesia (dimodifikasi dari Kusum dan Darin, 1989)

Lapangan Tanjung dibatasi kesebelah timur oleh Meratus Complex, a NNE-trending belt of deformed Cretaceous arcrelated volcanics dan batuan sedimen, granit, dan ofiolit. Barito Basin dipisahkan dari bagian dalam Kutai Basin ke sebelah utara dengan major sinistral strikeslip structure yang dikenal dengan Adang Fault (Figure 2). Barito Basin mendangkal kearah barat, melewati undeformed Barito Shelf, dan slopes kearah selatan hingga Laut Jawa.

Figure 2. Elemen tektonik utama dari Barito Basin (Bon et al., 1996). Lapangan Tanjung berada pada bagian utara Barito Basin, ke sebelah barat dari Meratus Complex.

Barito Basin terbentuk pada Mid Cretaceous sebagai back-arc basin, berhubungan dengan oceanic subduction ke arah barat sepanjang margin timur Kalimantan. Arc-continent collision pada akhir Cretaceous menghasilkan uplift dari Meratus Complex dan sinistral strike-slip sepanjang Meratus Wrench Zone (Figure 3).

Figure 3. Barito Basin NW-SE cross-sections (Bon et al., 1996).