Cekungan Kutai merupakan cekungan tersier terdalam di Indonesia dengan ketebalan sedimen yang diendapkan sekitar 14000 meter pada bagian depocentrenya. Pada bagian utara Cekungan Kutai terdapat punggungan Mangkalihat yang memisahkan cekungan ini dengan Cekungan Tarakan. Di bagian barat, Cekungan Kutai di batasi oleh Tinggian Kuching dan di selatan dibatasi oleh Punggungan Paternoster yang juga membatasinya dengan Cekungan Barito. Cekungan Kutai terbuka ke arah laut di sebelah timur.
Figure 1. Basement Depth Structure Map
Di Cekungan Kutai, gaya struktur saat ini terutama dicirikan oleh jalur-jalur lipatan dan sesar yang sejajar berarah SSW-NNE atau N-S dari daratan sampai lepas pantai. Jalur-jalur ini terkenal sebagai Jalur Antiklinorium Samarinda yang paralel dengan garis pantai saat ini. Relief struktur semakin melemah ke arah lepas pantai. Di lepas pantai, ciri struktur kompresi yang berhubungan dengan ekstensi karena progradasi delta semakin menonjol. Asal kejadian Antiklinorium Samarinda telah menjadi bahan pemikiran dan perdebatan sejak lama (Figure 2). Beberapa mekanisme yang terjadi yaitu: akibat seretan dua sesar mendatar besar yang mengapit Cekungan Kutai, akibat tekanan diapir dari bawah, akibat tekanan dari benturan mikrokontinen di sebelah timur Sulawesi pada Neogen, dan akibat tektonik gravitasi berhubungan dengan pengangkatan Tinggian Kuching pada Early Miocene di sebelah barat Cekungan Kutai (gliding tectonics). Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa asal struktur ini adalah kombinasi antara gliding tectonics dan progradasi delta (Satyana, 2006). Basement diinterpretasi (Guritno dan Chambers, 1999) terdiri dari Jurassic hingga Cretaceous Oceanic Crust dan ditutupi oleh sequence turbidit yang tebal.
Figure 2. Sedimen delta mendominasi gaya sedimentasi Cekungan Kutei. Antiklinorium Samarinda terutama terdapat di bagian daratan, membentuk lapangan-lapangan seperti Lapangan Mutiara. Ke arah laut, struktur didominasi oleh sesar ekstensi yang berhubungan dengan progradasi delta (Satyana, 2006).
Di Cekungan Kutai, hampir semua jalur antiklin di Jalur Antiklinorium Samarinda dari daratan ke lepas pantai, baik yang tersesarkan maupun yang tidak, menjadi lapangan-lapangan minyak dan gas. Lapangan-lapangan minyak dan gas masih ditemukan sampai ke laut dalam yang sudah masuk ke Cekungan Selat Makassar Utara dengan perangkap berupa toe-thrust di lereng paparan dan kipas laut dalam di dasar cekungan (Satyana, 2006).
Di Cekungan Kutai, gaya struktur saat ini terutama dicirikan oleh jalur-jalur lipatan dan sesar yang sejajar berarah SSW-NNE atau N-S dari daratan sampai lepas pantai. Jalur-jalur ini terkenal sebagai Jalur Antiklinorium Samarinda yang paralel dengan garis pantai saat ini. Relief struktur semakin melemah ke arah lepas pantai. Di lepas pantai, ciri struktur kompresi yang berhubungan dengan ekstensi karena progradasi delta semakin menonjol. Asal kejadian Antiklinorium Samarinda telah menjadi bahan pemikiran dan perdebatan sejak lama (Figure 2). Beberapa mekanisme yang terjadi yaitu: akibat seretan dua sesar mendatar besar yang mengapit Cekungan Kutai, akibat tekanan diapir dari bawah, akibat tekanan dari benturan mikrokontinen di sebelah timur Sulawesi pada Neogen, dan akibat tektonik gravitasi berhubungan dengan pengangkatan Tinggian Kuching pada Early Miocene di sebelah barat Cekungan Kutai (gliding tectonics). Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa asal struktur ini adalah kombinasi antara gliding tectonics dan progradasi delta (Satyana, 2006). Basement diinterpretasi (Guritno dan Chambers, 1999) terdiri dari Jurassic hingga Cretaceous Oceanic Crust dan ditutupi oleh sequence turbidit yang tebal.
Figure 2. Sedimen delta mendominasi gaya sedimentasi Cekungan Kutei. Antiklinorium Samarinda terutama terdapat di bagian daratan, membentuk lapangan-lapangan seperti Lapangan Mutiara. Ke arah laut, struktur didominasi oleh sesar ekstensi yang berhubungan dengan progradasi delta (Satyana, 2006).
Di Cekungan Kutai, hampir semua jalur antiklin di Jalur Antiklinorium Samarinda dari daratan ke lepas pantai, baik yang tersesarkan maupun yang tidak, menjadi lapangan-lapangan minyak dan gas. Lapangan-lapangan minyak dan gas masih ditemukan sampai ke laut dalam yang sudah masuk ke Cekungan Selat Makassar Utara dengan perangkap berupa toe-thrust di lereng paparan dan kipas laut dalam di dasar cekungan (Satyana, 2006).
Major deltaic petroleum system telah menghasilkan 11 BBOE untuk cadangan terbukti (Figure 3). Tumpukan Neogene delta juga menyediakan batuan induk (delta-top dan delta-front coals dan shallow marine coaly shales) yang merupakan oil dan gas prone, carrier beds (channel sands), dan Miocene-Pliocene reservoir dari Formasi Balikpapan, Kampung Baru, dan Mahakam termasuk channel dan mouth-bar sands dan delta-front turbidites.
Stratigrafi
Sedimentasi tersier di cekungan Kutai dimulai dengan perioda transgresi pada masa Eocene dan berakhir pada masa Oligocene. Fasa transgresi mengendapkan sedimen formasi Mangkupa, Beriun, Kedango dan Pamaluan. Formasi Pamaluan yang didominasi oleh serpih marin dipercaya sebagai batuan induk yang potensial menghasilkan hidrokarbon (Mamuaya et. al, 1995).
Setelah pengangkatan tinggian Kuching pada masa Miocene Awal, pola sedimentasi berubah dari fasa transgresi menjadi fasa regresi dari barat ke timur. Pengendapan selama fasa regresi berlanjut hingga Tersier Akhir ketika sebuah perioda transgresi dimulai pada kala Late Miocene. Batuan regresi didominasi oleh sedimen deltaic dari formasi Pulubalang, Balikpapan dan Kampung Baru. Formasi – formasi ini merupakan reservoir yang produktif.
Bagian bawah dari formasi Balikpapan terdiri dari batuan serpih dengan sekali – sekali muncul batupasir yang diendapkan di prodelta pada lingkungan lingkungan pengendapan sublittoral – littoral bagian dalam. Pada bagian tengah formasi Balikpapan terdiri dari perselingan serpih dan batupasir yang diendapkan di delta front pada lingkungan pengendapan littoral. Bagian atas formasi Balikpapan terdiri dari perselingan serpih, batupasir dan lignite/batubara, yang diendapkan di paparan delta pada lingkungan pengendapan supralittoral – littoral.
Stratigrafi
Sedimentasi tersier di cekungan Kutai dimulai dengan perioda transgresi pada masa Eocene dan berakhir pada masa Oligocene. Fasa transgresi mengendapkan sedimen formasi Mangkupa, Beriun, Kedango dan Pamaluan. Formasi Pamaluan yang didominasi oleh serpih marin dipercaya sebagai batuan induk yang potensial menghasilkan hidrokarbon (Mamuaya et. al, 1995).
Setelah pengangkatan tinggian Kuching pada masa Miocene Awal, pola sedimentasi berubah dari fasa transgresi menjadi fasa regresi dari barat ke timur. Pengendapan selama fasa regresi berlanjut hingga Tersier Akhir ketika sebuah perioda transgresi dimulai pada kala Late Miocene. Batuan regresi didominasi oleh sedimen deltaic dari formasi Pulubalang, Balikpapan dan Kampung Baru. Formasi – formasi ini merupakan reservoir yang produktif.
Bagian bawah dari formasi Balikpapan terdiri dari batuan serpih dengan sekali – sekali muncul batupasir yang diendapkan di prodelta pada lingkungan lingkungan pengendapan sublittoral – littoral bagian dalam. Pada bagian tengah formasi Balikpapan terdiri dari perselingan serpih dan batupasir yang diendapkan di delta front pada lingkungan pengendapan littoral. Bagian atas formasi Balikpapan terdiri dari perselingan serpih, batupasir dan lignite/batubara, yang diendapkan di paparan delta pada lingkungan pengendapan supralittoral – littoral.