Keberadaan minyak pada East Java Basin dapat dibagi menjadi empat domain geologi, yaitu: area Cepu-Bojonegoro, area Surabaya, area Madura, dan area laut North Madura. Area Cepu-Bojonegoro termasuk lapangan tua yang ditemukan sepanjang akhir 1800an-awal 1900an menghasilkan minyak dari Middle-Late Miocene Ngrayong sandstones membentuk faulted anticlines seperti: Wonocolo-Kawengan, Ledok, Nglobo, dan lapangan Metes. Saat ini lapangan yang menghasilkan minyak dari Oligo-Miocene Kujung reefs seperti Mudi Sukowati dan lapangan Banyu urip. Area Surabaya termasuk lapangan tua yang menghasilkan minyak dari Ngrayong sands, seperti Kuti (Lapangan minyak pertama pada East Java Basin,1988), Kruka, Lidah dan Sepat. Area Madura termasuk lapangan tua dengan tren yang sama dengan Cepu dan Area Surabaya, seperti Lerpak, Tanjung, dan Lapangan Kertegeneh. Area Laut North Madura termasuk semua lapangan dengan reservoir Kujung Carbonate Reefs seperti: Camar, Poleng, KE23, KE40, KE5, Ujung Pangkah, Bukit Tua, Jenggolo, Payang dan well discovery yang mengandung minyak pada Paleogene reservoir dari Ngimbang sands hingga Rancak Carbonates.
Analysis of Oil Properties
Berdasarkan GC (Gas Chromatograph) dan GC-MS (Gas Chromatograph-Mass Spectrometry) dan hasil dari cross-plots geokimia, terdapat perbedaan yang jelas pada properti minyak offshore dan onshore. Sampel minyak onshore menunjukkan API (densitas minyak) 8-69 degrees dengan average 29 degrees, sulfur 0.02-0.68 wt.% average 0.19 (Gambar 1). Average saturate dan kandungan aromatic dari minyak 59% dan 23%. Variasi API Gravity berhubungan dengan water washing biodegradasi dan juga derajat kematangan. Unaltered East Java oils adalah semuanya parafinnic waxy hingga moderate waxy, medium high API (30.9-41.3 degrees F), low-medium sulfur minyak mentah (lebih kecil dari 0.5wt% S). Biodegradasi terjadi pada lapangan yang berlokasi di Cepu dan area Surabaya.
Gas chromatograms dari East Java oils menunjukkan waxy alkanes dari C20 dan diatasnya, mengindikasikan asal mula dari tanaman. Rasio pristane/phytane dari minyak hampir sama (rata-rata 4.97 untuk minyak onshore, 5.36 untuk minyak offshore) (Gambar 1) dan diinterpretasi lebih terrestrial dihasilkan dari tipe III kerogen dengan lingkungan moderate oxic (Gambar 2).
Gambar 1. Cross plot minyak onshore dan offshore East Java Basin berdasarkan physical bulk properties dan pristane/phytane. Kebanyakan minyak jatuh pada kelas "D" atau "E", mengindikasikan dominasi non-marine sources yang dicirikan dengan kandungan sulfur rendah (dibawah 1%) dan pristane/phytane > 3.0
Gambar 2. Cross plot pristane dan phytane hingga normal alkane menunjukkan input kerogen, source facies, dan kondisi reduksi-oksidasi. Distribusi data untuk minyak onshore bergeser hingga lebih berkarakter marine dan minyak offshore lebih berkarakter terrestrial, meskipun terdapat pertimbangan variasi.
Gambar 3 menunjukkan data plot carbon isotope saturate dan aromatics fractions dari minyak menunjukkan sedikit perbedaan diantara minyak. Rata-rata rasio carbon isotope untuk saturated dan aromatic HC dari minyak onshore adalah -26.91% dan -25.65%. Sedangkan ata-rata rasio carbon isotope untuk saturated dan aromatic HC dari minyak offshore adalah -27.4% dan -25.6%. Data carbon isotope menunjukkan keseluruhan minyak dihasilkan dari source rocks/facies organik yang sama dengan minyak offshore lebih terrestrial. Data Carbon isotope berada pada range menengah dan konsisten dengan generasi dari mixed terrestrial/algal organic facies.
Gambar 3. Cross plot aromatic dan saturate carbon-13 isotopes menunjukkan source facies. Data distribusi untuk minyak onshore bergeser menjadi lebih marine dan minyak offshore bergeser menjadi lebih terrestrial.
Kandungan wax pada minyak sangat bervariasi namun umumnya tinggi (nC31-nC19 sering > 0.3). Gambar 4 menunjukkan data GC untuk minyak onshore dan offshore. Minyak menunjukkan cyclic hump pada range C13-C15 diinterpretasi signifikan angiosperm terrestrial sebagai input untuk minyak. GC scans untuk minyak pada umumnya menyerupai tipe Indonesian oil sourced dari fluvio-deltaic shales dan coals yang mengandung terrestrial/minor algal organic facies (Robinson,1987).
Gambar 4. C5+ seluruh oil chromatogram East Java Oil dari onshore dan offshore menunjukkan pola yang sama. East Java oils menunjukkan karakter fluvio-deltaic.
Gambar 5. Ternary diagram sterane C27-C28-C29 menunjukkan lingkungan pengendapan dari sources yang menghasilkan minyak dan maturity profile. Distribusi data dari minyak offshore bergeser menjadi lebih terrestrial dan kurang mature dan minyak onshore menjadi lebih marine dan lebih mature.
(Courtesy of Satyana, A.H. & Purwaningsih, M.E.M. 2003. Geochemistry of the East Java Basin: New Observations on Oil Grouping, Genetic Gas Types and Trends of Hydrocarbon Habitats. IPA, 2003)
No comments:
Post a Comment