December 27, 2009

Pre-Stack Depth Migration (PSDM)

Migrasi adalah suatu teknik pemrosesan data seismik untuk memetakan event-event seismik pada posisi yang sebenarnya (Sheriff & Geldart, 1995). Proses migrasi yang menghasilkan penampang migrasi dalam kawasan waktu disebut dengan migrasi waktu/Time Migration. Migrasi ini umumnya dapat berlaku selama variasi kecepatan secara lateral kecil hingga sedang. Jika variasi kecepatan lateral besar, migrasi waktu ini tidak dapat menghasilkan gambar bawah permukaan dengan baik dan benar. Untuk mengatasi hal ini biasanya dilakukan teknik migrasi dalam kawasan kedalaman.

Terdapat beberapa pendekatan dalam meningkatkan prediksi dalam depth domain, dari mulai meningkatkan initial velocity model menggunakan teknik model-based ray tracing sampai akhirnya teknik Pre-Stack Depth Migration. Apapun pendekatan yang diambil, keakuratan prediksi dalam kedalaman sama sekali tergantung pada kemampuan dalam menghasilkan interval velocity model yang akurat dan ini dapat dihasilkan dengan menggunakan pendekatan model-based menggunakan interpreter's knowledge to constrain the model.

Secara tradisional, tahapan interpretasi dalam suatu project dimulai dari mapping horison-horison kunci pada time migrated seismic data yang diikuti oleh depth conversion menggunakan kombinasi well dan/atau seismic velocities untuk memperoleh regional seismic velocity field. Saat aplikasi teknik ini telah menghasilkan beberapa temuan largest oil & gas fields, hal ini tidak tepat untuk beberapa alasan :

Pertama, Umumnya para explorationist menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam interpretasi structural horizon dengan sangat detail dan selanjutnya mengabaikan ketepatan dengan hanya menghabiskan waktu sehari dua hari atau seminggu menghasilkan model kecepatan untuk konversi kedalaman. Tabel 1 menunjukkan bagaimana 1% error dari velocity menghasilkan depth error yang sama sebagaimana 1% error pada TWT. Saat 20 ms mistie pada time domain dianggap unacceptable, 30 m/s velocity mistie akan sering diabaikan.







Kedua, dalam tahapan interpretasi, ketidakakuratan diakibatkan oleh cara tradisional dalam depth conversion dimana time structure map secara vertikal diskalakan kedalam kawasan kedalaman menggunakan average velocity map atau interval velocity map. Proses ini cukup baik pada area low dip tanpa variasi kecepatan vertikal maupun lateral atau sesar kompleks, area ini sangat jarang menarik bagi kita dalam pencarian hidrokarbon. Map migration adalah teknik ray-traced depth conversion yang menghasilkan peta kedalaman lebih akurat dan juga mengkompensasi spatial positioning errors yang tidak terkoreksi dengan time migration. Significant lateral errors dapat diamati dimana terdapat sangat sedikit variasi kecepatan dalam overburden.

Ketiga, terjadi dalam imaging data seismik dalam time domain, meskipun kita diajarkan bahwa time migration dapat menggambarkan refleksi seismik dalam posisi spasial yang tepat, kebanyakan dari kita tahu ini tidak berjalan pada kasus dimana variasi kecepatan secara lateral, gradien kecepatan, dan scattering mendistorsi penjalaran gelombang seismik. Akibatnya, seismic gathers tidak termigrasi secara tepat. Jika kita dapat menghasilkan velocity-depth model yang tepat, PSDM akan memberikan kita gambaran permukaan yang jauh lebih baik dengan mengoreksi posisi trace sepanjang proses migrasi. Dengan melakukan scaling the depth migrated data back to time, calibrating velocities to well data then rescaling back to depth, Kita tidak hanya akan menghasilkan gambaran data seismik secara optimum tapi juga line/volume seismic dapat diinterpretasi dalam depth domain. Menambahkan well control berarti re-calibrating velocity field dan menskalakan data dalam depth domain.

Migrasi Pre-Stack
Migrasi Pre-Stack adalah proses migrasi yang dilakukan sebelum proses stack dilakukan. Pada suatu reflektor miring, pengaruh kemiringan reflektor dan offset yang besar akan menyebabkan kecepatan stacking (Vstack) lebih besar dari kecepatan root mean square atau RMS (Vrms) (Taner. K, 1969). Jika pada reflektor miring diasumsikan Vstack = Vrms untuk menentukan kecepatan interval, maka hasil yang diperoleh tidak akurat. Selanjutnya informasi kecepatan yang tidak akurat ini tidak bisa menggambarkan model-model bawah permukaan yang sebenarnya. Metode Pre-Stack Migration dilakukan sebelum NMO dan sebelum Stack, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ditimbulkan akibat Post-Stack. Pada proses pengolahan Migrasi Pre-Stack dilakukan dengan cara memfokuskan energi even seismik sebelum proses Stack, sehingga data untuk proses stack lebih sederhana. Event seismik akan ditempatkan pada tempat yang sebenarnya sebelum proses Stack, sehinggga akan membantu dalam proses Stack tersebut. Dengan kata lain proses Migrasi Pre-Stack dan koreksi NMO akan mengkoreksi ketidaktepatan posisi reflektor. Pre-Stack Depth Migration (PSDM) sangat berguna dalam memecahkan masalah didaerah seperti salt diapir, zona di sekitar karbonat (reef), thrust belt, dll. PSDM dilakukan dalam domain waktu, konversi kecepatan ke dalam domain kedalaman adalah untuk keperluan perhitungan waktu tempuh untuk mencari solusi Kirchhoff Migration Operator. Demikian juga dengan seismik yang di konversi menjadi kedalaman adalah untuk pembanding model geologi dalam pembuatan model kecepatan.









(Courtesy Andy Furniss, "An Integrated Pre-Stack Depth Migration Workflow Using Model-Based Velocity Estimation And Refinement")

PSDM dapat dilakukan dengan tahapan sbb (tentu saja tahapannya akan berbeda dari satu company ke company yang lainnya) : (Courtesy Ensiklopedia Seismik Online, Agus Abdullah)

1. Data disorting dalam CMP atau Shot Gather (domain waktu)

2. Data conditioning: edit geometri, filtering, AGC, koreksi static, koreksi spherical divergence , noise attenuation dll.

3. Analisa Kecepatan-1

4. Velocity Stack (dapat diproduksi berupa time atau depth domain)

5. Initial structural interpretation (domain kedalaman) untuk model kecepatan

6. PSTM (dengan mempergunakan time domain velocity)

7. Analisa kecepatan-2 dari PSTM CMP gather

8. Dengan menggunakan model kecepatan-2 dilakukan PSDM

9. Produksi CRP (Common Reflection Point) gather (dalam domain kedalaman)

10. Velocity Analysis dari CRP gather (domain kedalaman)

11. Sort ke dalam CMP Gather jika analisis dilakukan dalam Shot Gather

12. Stacking

13. Depth Migrated Section / Volume

14. Jika hasil akhirnya masih berbeda dengan model geologi yang diharapkan, diterapkan metodologi lanjut untuk memperbaiki model kecepatan i.e. reflection tomography atau kembali ke tahap (7).

Model-Based Interval Velocity Estimation
Selama beberapa tahun, proses Depth Conversion mengandalkan average velocity maps hand contoured dari data sumur. Metoda ini sangat baik pada area dimana terdapat cukup kontrol sumur, variasi kecepatan kecil dan struktur tidak bervariasi jauh dari control point. Kecepatan yang berasal dari processing seismic data memberikan tambahan data control yang jauh dari sumur. Pendekatan umum dalam menggunakan informasi velocity adalah menggunakan Dix equation (Dix, 1955). Persamaan ini hanya berlaku untuk kasus horison yang flat dan kecepatan lateral yang homogen, sehingga persamaan ini biasanya diterapkan pada dua horison paling atas. Dan untuk horison dibawahnya digunakan coherency inversion.





Interpreter pada umumnya menggunakan kecepatan stacking sebagai input dalam Dix Equation, mengasumsikan pendekatan terhadap kecepatan RMS. Namun, kecepatan stacking dapat menjadi pendekatan terhadap kecepatan RMS pada area tanpa structural dip, tidak ada gradien kecepatan secara vertikal maupun lateral, dan saat CMP gathers mempunyai offset yang terbatas.
Untuk lapisan horizontal dengan offset yang pendek, kecepatan stacking akan bernilai sama dengan kecepatan rms. Adanya lapisan miring pada penampang memerlukan kecepatan stacking yang lebih tinggi daripada kecepatan rms.





Coherency Inversion

Coherency inversion adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kecepatan interval dari suatu lapisan dengan menggunakan penjalaran sinar/ray tracing di sepanjang model kecepatan untuk time gather, dengan melibatkan penjalaran sinar/ray tracing di sepanjang permukaan lapisan untuk mengetahui secara struktur jalur dari moveout.









Principles of coherency inversion
. Semblance dihitung pada tiap CMP untuk mengukur korelasi antara rekaman CMP Gathers dan kurva model traveltime untuk masing-masing nilai interval velocity (
"An Integrated Pre-Stack Depth Migration Workflow Using Model-Based Velocity Estimation And Refinement")

Coherency inversion menghitung koherensi dari suatu data terhadap kurva moveout yang dihitung secara komputasi dengan penjalaran sinar yang memiliki kecepatan berbeda. Coherency atau sudut kecocokan antara data dan prediksi moveout dihitung dengan semblance. Coherency dihitung pada rentang waktu sepanjang CMP traveltime yang diprediksi dengan ray tracing.
Dengan melakukan semblance plot di sepanjang horison yang telah di-pick, maka akan dapat diperoleh residual dari kecepatan di setiap titik CMP disepanjang horison, hal ini selanjutnya digunakan untuk pick optimum interval velocity pada tiap-tiap CMP. Nilai semblance maksimum menggambarkan kecepatan yang membuat CMP gathers flat. Kecepatan yang terlalu tinggi ditandai dengan gather melengkung ke bawah sedangkan kecepatan yang rendah ditandai dengan gather yang melengkung ke atas.
Pada masing-masing CMP, ditunjukkan moveout corrected gathers (Gambar 1) dan histogram semblance terhadap velocity dapat diamati untuk QC (Gambar 2). Pada penampang semblance horisontal dilakukan picking kecepatan yaitu kecepatan maksimum yang dicirikan oleh warna biru (Gambar 3).

Velocity Model Refinement
Kualitas velocity model yang digunakan dalam PSDM dapat dinilai dengan menganalisa output CRP Gathers. Adanya residual delay pada CRP gathers tidak hanya mendegradasi gambaran migrasi tapi juga menyiratkan posisi spasial dari reflektor tidak akan tepat, karena model yang tidak akurat. Dengan menganalisa residual delays, model diperbaiki dengan bermacam teknik mulai dari hyperbolic delay corrections hingga horizon-based dan grid-based global tomography. Model kecepatan yang baru terus diupdates hingga CRP Gathers (domain kedalaman) flat. Gambar diatas menujukkan workflow tomografi dalam memperbaiki model kecepatan.
Gambar sebelah kiri menunjukkan Depth migrated CRP gathers sebelum dilakukan tomografi, dimana kecepatan model (domain kedalaman) tidak tepat. Dimana model yang tepat adalah flat gathers, max semblance, diindikasikan dengan warna biru, terletak disepanjang zero delay line. Positif dan negatif delays digambarkan dengan semblance maksimum, menjauh dari zero line. Delays ini yang dipick oleh interpreter dari semblance di masing-masing horizon dan digunakan sebagai input untuk tomografi.

Gambar sebelah kanan menunjukkan Depth migrated CRP gathers setelah running tomografi dan re-migrating data, hasilnya gathers menjadi flat dan semblance menunjukkan tidak ada residual error yang artinya velocity depth model untuk layer tersebut tepat.

Perbandingan Hasil PSTM (kiri) dan PSDM (kanan). PSDM image menunjukkan kontinuitas reflektor yang lebih baik dan menunjukkan gambaran main bounding fault of graben yang lebih jelas. ("Advanced PSDM Approaches for Sharper Depth Imaging", Davide Casini Ropa, Davide Calcagni, Luigi Pizzaferri")

December 23, 2009

Five Types of Hydrocarbons of Interest (Petroleum Exploration)

1. Kerogen/Bitumen
Volume shale rock disusun oleh 99% clay minerals and 1% organicmaterial. Kita melihat bahwa minyak bumi utamanya berasal dari lipid-rich organic material yang terkubur dalam batuan sedimen. Komponen utama dari komposisi organik ini berada dalam bentuk yang dinamakan kerogen. Kerogen adalah bagian dari komposisi organik didalam batuan yang larut dalam common organic solvents. Tingkat kematangan kerogen adalah fungsi dari meningkatnya burial dan temperatur serta perubahan komposisi kimiawi.
Saat kerogen secara termal matang dan meningkatnya kandungan karbon, maka berubahlah dari bentuk immature light greenish-yellow color hingga overmature black, yang mana merupakan gambaran dari progressively higher coal rank. Tipe kerogen diidentifikasi, masing-masing dengan perbedaan konsentrasi lima elemen utama yaitu, carbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan masing-masing dengan potensi yang berbeda dalam menghasilkan minyak bumi.
Kandungan organik yang dapat diekstrak dengan pelarut organik diketahui sebagai bitumen. Umumnya berada dalam proporsi kecil dari Total Organic Carbon dalam batuan. Bitumen terbentuk dari hasil pemecahan ikatan kimia dalam kerogen saat temperatur meningkat. Minyak bumi adalah bahan organik yang dihasilkan dari sumur dan ditemukan pada rembesan-rembesan yang terdapat dialam.

2. Crude Oil
Crude oil adalah campuran dari banyak hidrocarbon yang berwujud cair pada temperatur dan tekanan permukaan, dan larut dalam normal petroleum solvents. Crude oil dapat diklasifikasikan secara kimia (paraffinic, naphthenic) atau berdasarkan nilai densitasnya.
Ini ditunjukkan dengan Specific Gravity atau API (American Petroleum Institute) gravity berdasarkan formula :






Specific gravity adalah rasio dari density of a substance to the density of water. API gravity merupakan standar yang diadopsi oleh American Petroleum Institute untuk menunjukkan kandungan berat spesifik dari minyak. Semakin rendah specific gravity, semakin tinggi API gravity, sebagai contoh, fluida dengan specific gravity of 1.0 g cm-3 mempunyai nilai API 10 degrees. Heavy oils mempunyai API gravities lebih kecil dari 20 (sp. gr > 0,93). Minyak jenis ini seringkali mengalami alterasi kimia sebagai hasil dari microbial attack (biodegradasi) dan efek lainnya. Tidak hanya heavy oils yang kurang bernilai komersial, tapi minyak jenis ini umunya sulit untuk diekstrak. API gravities 20 - 40 degrees (sp. gr 0,83-0,93) mengindikasikan normal oils, API gravity lebih besar dari 40 degrees tergolong light oil.

3. Aspal
Dark colored solid to semi-solid form of petroleum (pada temperatur dan tekanan permukaan) yang disusun oleh heavy hydrocarbons and bitumens. Merupakan residu dari petroleum refining. Tersusun oleh jumlah yang cukup dari sulfur, oksigen, dan nitrogen. Tidak seperti kerogen, aspal dapat dilarutkan dalam normal petroleum solvents. Dihasilkan dari kerogen partial maturation atau degradasi mature crude oil. Aspal terutama digunakan untuk membuat bensin dengan kualitas baik, bahan pengeras jalan, dan bahan pembuat atap.

4. Natural Gas
Ada dua macam tipe natural gas, yaitu biogenic gas dan thermogenic gas.
1) Biogenic gas adalah natural gas yang terbentuk dari hasil aktivitas bakteri pada tahapan awal diagenesis, itu artinya terbentuk pada temperatur rendah, pada kedalaman overburden kurang dari 3000 ft, dan dibawah kondisi anaerobic yang sering diasosiasikan dengan tingginya nilai akumulasi marine sediment. Saat ini diperkirakan 20% dari world natural gas merupakan biogenic gas.
2) Thermogenic gas adalah natural gas yang dihasilkan dari alterasi termal dari kerogen karena meningkatnya tekanan overburden dan temperatur.

5. Condensates
Condensates adalah hidrokarbon transisi antara gas dan crude oil (berwujud gas dibawah permukaan dan berwujud cair di permukaan). Secara kimia, condensates terdiri dari banyak komposisi paraffins, seperti pentane, octane, dan hexane.