December 27, 2009

Pre-Stack Depth Migration (PSDM)

Migrasi adalah suatu teknik pemrosesan data seismik untuk memetakan event-event seismik pada posisi yang sebenarnya (Sheriff & Geldart, 1995). Proses migrasi yang menghasilkan penampang migrasi dalam kawasan waktu disebut dengan migrasi waktu/Time Migration. Migrasi ini umumnya dapat berlaku selama variasi kecepatan secara lateral kecil hingga sedang. Jika variasi kecepatan lateral besar, migrasi waktu ini tidak dapat menghasilkan gambar bawah permukaan dengan baik dan benar. Untuk mengatasi hal ini biasanya dilakukan teknik migrasi dalam kawasan kedalaman.

Terdapat beberapa pendekatan dalam meningkatkan prediksi dalam depth domain, dari mulai meningkatkan initial velocity model menggunakan teknik model-based ray tracing sampai akhirnya teknik Pre-Stack Depth Migration. Apapun pendekatan yang diambil, keakuratan prediksi dalam kedalaman sama sekali tergantung pada kemampuan dalam menghasilkan interval velocity model yang akurat dan ini dapat dihasilkan dengan menggunakan pendekatan model-based menggunakan interpreter's knowledge to constrain the model.

Secara tradisional, tahapan interpretasi dalam suatu project dimulai dari mapping horison-horison kunci pada time migrated seismic data yang diikuti oleh depth conversion menggunakan kombinasi well dan/atau seismic velocities untuk memperoleh regional seismic velocity field. Saat aplikasi teknik ini telah menghasilkan beberapa temuan largest oil & gas fields, hal ini tidak tepat untuk beberapa alasan :

Pertama, Umumnya para explorationist menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam interpretasi structural horizon dengan sangat detail dan selanjutnya mengabaikan ketepatan dengan hanya menghabiskan waktu sehari dua hari atau seminggu menghasilkan model kecepatan untuk konversi kedalaman. Tabel 1 menunjukkan bagaimana 1% error dari velocity menghasilkan depth error yang sama sebagaimana 1% error pada TWT. Saat 20 ms mistie pada time domain dianggap unacceptable, 30 m/s velocity mistie akan sering diabaikan.







Kedua, dalam tahapan interpretasi, ketidakakuratan diakibatkan oleh cara tradisional dalam depth conversion dimana time structure map secara vertikal diskalakan kedalam kawasan kedalaman menggunakan average velocity map atau interval velocity map. Proses ini cukup baik pada area low dip tanpa variasi kecepatan vertikal maupun lateral atau sesar kompleks, area ini sangat jarang menarik bagi kita dalam pencarian hidrokarbon. Map migration adalah teknik ray-traced depth conversion yang menghasilkan peta kedalaman lebih akurat dan juga mengkompensasi spatial positioning errors yang tidak terkoreksi dengan time migration. Significant lateral errors dapat diamati dimana terdapat sangat sedikit variasi kecepatan dalam overburden.

Ketiga, terjadi dalam imaging data seismik dalam time domain, meskipun kita diajarkan bahwa time migration dapat menggambarkan refleksi seismik dalam posisi spasial yang tepat, kebanyakan dari kita tahu ini tidak berjalan pada kasus dimana variasi kecepatan secara lateral, gradien kecepatan, dan scattering mendistorsi penjalaran gelombang seismik. Akibatnya, seismic gathers tidak termigrasi secara tepat. Jika kita dapat menghasilkan velocity-depth model yang tepat, PSDM akan memberikan kita gambaran permukaan yang jauh lebih baik dengan mengoreksi posisi trace sepanjang proses migrasi. Dengan melakukan scaling the depth migrated data back to time, calibrating velocities to well data then rescaling back to depth, Kita tidak hanya akan menghasilkan gambaran data seismik secara optimum tapi juga line/volume seismic dapat diinterpretasi dalam depth domain. Menambahkan well control berarti re-calibrating velocity field dan menskalakan data dalam depth domain.

Migrasi Pre-Stack
Migrasi Pre-Stack adalah proses migrasi yang dilakukan sebelum proses stack dilakukan. Pada suatu reflektor miring, pengaruh kemiringan reflektor dan offset yang besar akan menyebabkan kecepatan stacking (Vstack) lebih besar dari kecepatan root mean square atau RMS (Vrms) (Taner. K, 1969). Jika pada reflektor miring diasumsikan Vstack = Vrms untuk menentukan kecepatan interval, maka hasil yang diperoleh tidak akurat. Selanjutnya informasi kecepatan yang tidak akurat ini tidak bisa menggambarkan model-model bawah permukaan yang sebenarnya. Metode Pre-Stack Migration dilakukan sebelum NMO dan sebelum Stack, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang ditimbulkan akibat Post-Stack. Pada proses pengolahan Migrasi Pre-Stack dilakukan dengan cara memfokuskan energi even seismik sebelum proses Stack, sehingga data untuk proses stack lebih sederhana. Event seismik akan ditempatkan pada tempat yang sebenarnya sebelum proses Stack, sehinggga akan membantu dalam proses Stack tersebut. Dengan kata lain proses Migrasi Pre-Stack dan koreksi NMO akan mengkoreksi ketidaktepatan posisi reflektor. Pre-Stack Depth Migration (PSDM) sangat berguna dalam memecahkan masalah didaerah seperti salt diapir, zona di sekitar karbonat (reef), thrust belt, dll. PSDM dilakukan dalam domain waktu, konversi kecepatan ke dalam domain kedalaman adalah untuk keperluan perhitungan waktu tempuh untuk mencari solusi Kirchhoff Migration Operator. Demikian juga dengan seismik yang di konversi menjadi kedalaman adalah untuk pembanding model geologi dalam pembuatan model kecepatan.









(Courtesy Andy Furniss, "An Integrated Pre-Stack Depth Migration Workflow Using Model-Based Velocity Estimation And Refinement")

PSDM dapat dilakukan dengan tahapan sbb (tentu saja tahapannya akan berbeda dari satu company ke company yang lainnya) : (Courtesy Ensiklopedia Seismik Online, Agus Abdullah)

1. Data disorting dalam CMP atau Shot Gather (domain waktu)

2. Data conditioning: edit geometri, filtering, AGC, koreksi static, koreksi spherical divergence , noise attenuation dll.

3. Analisa Kecepatan-1

4. Velocity Stack (dapat diproduksi berupa time atau depth domain)

5. Initial structural interpretation (domain kedalaman) untuk model kecepatan

6. PSTM (dengan mempergunakan time domain velocity)

7. Analisa kecepatan-2 dari PSTM CMP gather

8. Dengan menggunakan model kecepatan-2 dilakukan PSDM

9. Produksi CRP (Common Reflection Point) gather (dalam domain kedalaman)

10. Velocity Analysis dari CRP gather (domain kedalaman)

11. Sort ke dalam CMP Gather jika analisis dilakukan dalam Shot Gather

12. Stacking

13. Depth Migrated Section / Volume

14. Jika hasil akhirnya masih berbeda dengan model geologi yang diharapkan, diterapkan metodologi lanjut untuk memperbaiki model kecepatan i.e. reflection tomography atau kembali ke tahap (7).

Model-Based Interval Velocity Estimation
Selama beberapa tahun, proses Depth Conversion mengandalkan average velocity maps hand contoured dari data sumur. Metoda ini sangat baik pada area dimana terdapat cukup kontrol sumur, variasi kecepatan kecil dan struktur tidak bervariasi jauh dari control point. Kecepatan yang berasal dari processing seismic data memberikan tambahan data control yang jauh dari sumur. Pendekatan umum dalam menggunakan informasi velocity adalah menggunakan Dix equation (Dix, 1955). Persamaan ini hanya berlaku untuk kasus horison yang flat dan kecepatan lateral yang homogen, sehingga persamaan ini biasanya diterapkan pada dua horison paling atas. Dan untuk horison dibawahnya digunakan coherency inversion.





Interpreter pada umumnya menggunakan kecepatan stacking sebagai input dalam Dix Equation, mengasumsikan pendekatan terhadap kecepatan RMS. Namun, kecepatan stacking dapat menjadi pendekatan terhadap kecepatan RMS pada area tanpa structural dip, tidak ada gradien kecepatan secara vertikal maupun lateral, dan saat CMP gathers mempunyai offset yang terbatas.
Untuk lapisan horizontal dengan offset yang pendek, kecepatan stacking akan bernilai sama dengan kecepatan rms. Adanya lapisan miring pada penampang memerlukan kecepatan stacking yang lebih tinggi daripada kecepatan rms.





Coherency Inversion

Coherency inversion adalah suatu proses untuk mengidentifikasi kecepatan interval dari suatu lapisan dengan menggunakan penjalaran sinar/ray tracing di sepanjang model kecepatan untuk time gather, dengan melibatkan penjalaran sinar/ray tracing di sepanjang permukaan lapisan untuk mengetahui secara struktur jalur dari moveout.









Principles of coherency inversion
. Semblance dihitung pada tiap CMP untuk mengukur korelasi antara rekaman CMP Gathers dan kurva model traveltime untuk masing-masing nilai interval velocity (
"An Integrated Pre-Stack Depth Migration Workflow Using Model-Based Velocity Estimation And Refinement")

Coherency inversion menghitung koherensi dari suatu data terhadap kurva moveout yang dihitung secara komputasi dengan penjalaran sinar yang memiliki kecepatan berbeda. Coherency atau sudut kecocokan antara data dan prediksi moveout dihitung dengan semblance. Coherency dihitung pada rentang waktu sepanjang CMP traveltime yang diprediksi dengan ray tracing.
Dengan melakukan semblance plot di sepanjang horison yang telah di-pick, maka akan dapat diperoleh residual dari kecepatan di setiap titik CMP disepanjang horison, hal ini selanjutnya digunakan untuk pick optimum interval velocity pada tiap-tiap CMP. Nilai semblance maksimum menggambarkan kecepatan yang membuat CMP gathers flat. Kecepatan yang terlalu tinggi ditandai dengan gather melengkung ke bawah sedangkan kecepatan yang rendah ditandai dengan gather yang melengkung ke atas.
Pada masing-masing CMP, ditunjukkan moveout corrected gathers (Gambar 1) dan histogram semblance terhadap velocity dapat diamati untuk QC (Gambar 2). Pada penampang semblance horisontal dilakukan picking kecepatan yaitu kecepatan maksimum yang dicirikan oleh warna biru (Gambar 3).

Velocity Model Refinement
Kualitas velocity model yang digunakan dalam PSDM dapat dinilai dengan menganalisa output CRP Gathers. Adanya residual delay pada CRP gathers tidak hanya mendegradasi gambaran migrasi tapi juga menyiratkan posisi spasial dari reflektor tidak akan tepat, karena model yang tidak akurat. Dengan menganalisa residual delays, model diperbaiki dengan bermacam teknik mulai dari hyperbolic delay corrections hingga horizon-based dan grid-based global tomography. Model kecepatan yang baru terus diupdates hingga CRP Gathers (domain kedalaman) flat. Gambar diatas menujukkan workflow tomografi dalam memperbaiki model kecepatan.
Gambar sebelah kiri menunjukkan Depth migrated CRP gathers sebelum dilakukan tomografi, dimana kecepatan model (domain kedalaman) tidak tepat. Dimana model yang tepat adalah flat gathers, max semblance, diindikasikan dengan warna biru, terletak disepanjang zero delay line. Positif dan negatif delays digambarkan dengan semblance maksimum, menjauh dari zero line. Delays ini yang dipick oleh interpreter dari semblance di masing-masing horizon dan digunakan sebagai input untuk tomografi.

Gambar sebelah kanan menunjukkan Depth migrated CRP gathers setelah running tomografi dan re-migrating data, hasilnya gathers menjadi flat dan semblance menunjukkan tidak ada residual error yang artinya velocity depth model untuk layer tersebut tepat.

Perbandingan Hasil PSTM (kiri) dan PSDM (kanan). PSDM image menunjukkan kontinuitas reflektor yang lebih baik dan menunjukkan gambaran main bounding fault of graben yang lebih jelas. ("Advanced PSDM Approaches for Sharper Depth Imaging", Davide Casini Ropa, Davide Calcagni, Luigi Pizzaferri")

December 23, 2009

Five Types of Hydrocarbons of Interest (Petroleum Exploration)

1. Kerogen/Bitumen
Volume shale rock disusun oleh 99% clay minerals and 1% organicmaterial. Kita melihat bahwa minyak bumi utamanya berasal dari lipid-rich organic material yang terkubur dalam batuan sedimen. Komponen utama dari komposisi organik ini berada dalam bentuk yang dinamakan kerogen. Kerogen adalah bagian dari komposisi organik didalam batuan yang larut dalam common organic solvents. Tingkat kematangan kerogen adalah fungsi dari meningkatnya burial dan temperatur serta perubahan komposisi kimiawi.
Saat kerogen secara termal matang dan meningkatnya kandungan karbon, maka berubahlah dari bentuk immature light greenish-yellow color hingga overmature black, yang mana merupakan gambaran dari progressively higher coal rank. Tipe kerogen diidentifikasi, masing-masing dengan perbedaan konsentrasi lima elemen utama yaitu, carbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan masing-masing dengan potensi yang berbeda dalam menghasilkan minyak bumi.
Kandungan organik yang dapat diekstrak dengan pelarut organik diketahui sebagai bitumen. Umumnya berada dalam proporsi kecil dari Total Organic Carbon dalam batuan. Bitumen terbentuk dari hasil pemecahan ikatan kimia dalam kerogen saat temperatur meningkat. Minyak bumi adalah bahan organik yang dihasilkan dari sumur dan ditemukan pada rembesan-rembesan yang terdapat dialam.

2. Crude Oil
Crude oil adalah campuran dari banyak hidrocarbon yang berwujud cair pada temperatur dan tekanan permukaan, dan larut dalam normal petroleum solvents. Crude oil dapat diklasifikasikan secara kimia (paraffinic, naphthenic) atau berdasarkan nilai densitasnya.
Ini ditunjukkan dengan Specific Gravity atau API (American Petroleum Institute) gravity berdasarkan formula :






Specific gravity adalah rasio dari density of a substance to the density of water. API gravity merupakan standar yang diadopsi oleh American Petroleum Institute untuk menunjukkan kandungan berat spesifik dari minyak. Semakin rendah specific gravity, semakin tinggi API gravity, sebagai contoh, fluida dengan specific gravity of 1.0 g cm-3 mempunyai nilai API 10 degrees. Heavy oils mempunyai API gravities lebih kecil dari 20 (sp. gr > 0,93). Minyak jenis ini seringkali mengalami alterasi kimia sebagai hasil dari microbial attack (biodegradasi) dan efek lainnya. Tidak hanya heavy oils yang kurang bernilai komersial, tapi minyak jenis ini umunya sulit untuk diekstrak. API gravities 20 - 40 degrees (sp. gr 0,83-0,93) mengindikasikan normal oils, API gravity lebih besar dari 40 degrees tergolong light oil.

3. Aspal
Dark colored solid to semi-solid form of petroleum (pada temperatur dan tekanan permukaan) yang disusun oleh heavy hydrocarbons and bitumens. Merupakan residu dari petroleum refining. Tersusun oleh jumlah yang cukup dari sulfur, oksigen, dan nitrogen. Tidak seperti kerogen, aspal dapat dilarutkan dalam normal petroleum solvents. Dihasilkan dari kerogen partial maturation atau degradasi mature crude oil. Aspal terutama digunakan untuk membuat bensin dengan kualitas baik, bahan pengeras jalan, dan bahan pembuat atap.

4. Natural Gas
Ada dua macam tipe natural gas, yaitu biogenic gas dan thermogenic gas.
1) Biogenic gas adalah natural gas yang terbentuk dari hasil aktivitas bakteri pada tahapan awal diagenesis, itu artinya terbentuk pada temperatur rendah, pada kedalaman overburden kurang dari 3000 ft, dan dibawah kondisi anaerobic yang sering diasosiasikan dengan tingginya nilai akumulasi marine sediment. Saat ini diperkirakan 20% dari world natural gas merupakan biogenic gas.
2) Thermogenic gas adalah natural gas yang dihasilkan dari alterasi termal dari kerogen karena meningkatnya tekanan overburden dan temperatur.

5. Condensates
Condensates adalah hidrokarbon transisi antara gas dan crude oil (berwujud gas dibawah permukaan dan berwujud cair di permukaan). Secara kimia, condensates terdiri dari banyak komposisi paraffins, seperti pentane, octane, dan hexane.

October 16, 2009

Rock Eval Pyrolysis

Rock Eval Pyrolysis adalah simulasi proses hydrocarbon generation di laboratorium dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk (Espitalie et al., 1977). Pemanasan pada sampel batuan dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi dari pada kondisi sebenarnya, sehingga dapat dihasilkan hidrokarbon pada waktu yang lebih pendek/cepat.

Rock Eval Pyrolysis Process, After Waples, 1985

Deskripsi Pyrolisis Data :

1. S1, menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan, merupakan kandungan hidrogen bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui proses pemecahan kerogen. Nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated hydrocarbon).

2. S2, menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasilkan melalui thermal degradation/proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah selama proses pyrolisis. Ini merupakan indikator yang paling penting dari kerogen dalam menghasilkan hidrokarbon. Harga S1 dan S2 diukur dalam satuan mg hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock).

3. Tmax, adalah temperatur dimana terjadi puncak nilai S2 terjadi. Ini menggambarkan temperature at peak generation.

4. S3, menggambarkan jumlah karbon dioksida dalam kerogen yang berhubungan dengan jumlah oksigen dalam kerogen. Kandungan oksigen yang tinggi berhubungan dengan woody-cellulosic source material atau proses oksidasi yang kuat selama diagenesis, kandungan oksigen yang tinggi dari kerogen adalah indikator negatif dari hydrocarbon source potential.

After Merrill, 1991

Kombinasi parameter – parameter yang dihasilkan oleh Rock-Eval Pyrolisis dapat digunakan sebagai indikator jenis serta kualitas batuan induk, yaitu :

a. Potential Yield (S1 + S2)

Potential Yield (PY), assuming immature sample, menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan baik yang berupa komponen bebas maupun yang berupa kerogen. Satuan ini dipakai sebagai penunjuk jumlah total hidrokarbon maksimum yang dapat dilepaskan selama proses pematangan batuan induk dan jumlah ini mewakili generation hydrocarbon source potential.

b. Production Index (PI)

Jumlah hidrokarbon yang tersedia untuk produksi. Nilai PI menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas relatif (S1) terhadap jumlah total hidrokarbon yang hadir (S1 + S2). PI dapat digunakan sebagai indikator tingkat kematangan batuan induk. PI meningkat karena pemecahan kerogen sehingga S2 berubah menjadi S1.

c. Hydrogen Index (HI) dan Oxygen Index (OI)

HI merupakan hasil dari S2 x 100/%TOC dan OI adalah S3 x 100/%TOC. Kedua parameter ini harganya akan berkurang dengan naiknya tingkat kematangan. Harga HI yang tinggi menunjukkan batuan induk didominasi oleh material organik yang bersifat oil prone, sedangkan nilai OI tinggi mengindikasikan dominasi material organik gas prone. Waples (1985) menyatakan nilai HI dapat digunakan untuk menentukan jenis hidrokarbon utama dan kuantitas relatif hidrokarbon yang dihasilkan.

Penentuan tipe kerogen berdasarkan analisa Rock Eval Pyrolisis dapat dilakukan dengan memplot nilai – nilai HI dan OI pada diagram "pseudo" van Krevelen, atau dengan menggunakan plot HI – Tmax.

Modified van Krevelen Diagram

Material organik yang menghasilkan hidrokarbon tidak hanya memiliki unsur karbon saja, namun haruslah berasosiasi dengan unsur hidrogen. Jadi tidak selalu sample yang mempunyai unsur dominan karbon dianggap sebagai good source rock, tetapi terdapat unsur hidrogen sebagai pembentuk hidrokarbon. Makin banyak unsur hidrogen berikat dengan karbon justru akan makin banyak menghasilkan hidrokarbon.

Kombinasi plot antara nilai TOC dan nilai S2 saat ini merupakan metode terbaik dalam mengetahui kualitas material organik yang berasosiasi dengan seberapa banyak kandungan hidrogen dalam material organik tersebut. Sehingga nilai S2 tinggi sudah pasti mencerminkan good source rock yang akan menghasilkan lebih banyak hidrokarbon.

Studi Kasus (Courtesy Ian Sayers, AWE Ltd) :

Source Rock Parameters and total gas.
Potential Source Rock Intervals Highlighted
.


HI-TMax Plot Rock-Eval Samples

Analisa geokimia telah dilakukan dari dari beberapa shale samples didalam Formasi Kujung II dan Kujung III. High gas readings nampak coklat tua hingga abu-abu/shales abu-abu tua didalam Formasi Kujung II dari 7300-7750 ftMDRT. Shale ini memiliki good-excellent potential dengan TOC 3.8 & 4.5% dan potential yield (S1 + S2) antara 11 and 14 mg/g rock.
Hidrogen Index (HI) 260 - 280 mg/g TOC menunjukkan mixed Type II/Type III source rock yang mungkin merupakan gas prone dengan beberapa oil potential. Dikonfirmasi dengan analisa visual dari kerogen dimana hanya 11-15% yang diidentifikasi sebagai oil-prone. Sampel sisa dianalisa dari bagian paling bawah Kujung II and Kujung III yang hanya mempunyai poor to fair potential for gas dengan nilai TOC antara 1-2%, potential yield (S1 + S2) kurang dari 3 mg/g rock dan Hidrogen Index (HI) kurang dari 150 mg/g TOC. Ini mungkin dikarenakan higher gas readings didalam Kujung III dari 8070-8185 ftMDRT berhubungan dengan kualitas source lebih baik.

October 15, 2009

Multi-attribute Analysis

Metoda Multiatribut seismik adalah salah satu metoda statistik menggunakan lebih dari satu atribut untuk memprediksi beberapa properti fisik dari bumi. Pada analisa ini dicari hubungan antara log dengan data seismik pada lokasi sumur dan menggunakan hubungan tersebut untuk memprediksi atau mengestimasi volume dari properti log pada semua lokasi pada volume seismik.

Statistik dalam karakteristik reservoir digunakan untuk mengestimasi dan mensimulasikan hubungan spasial variabel pada nilai yang diinginkan pada lokasi yang tidak mempunyai data sampel terukur. Hal ini didasarkan pada kenyataan yang sering terjadi di alam bahwa pengukuran suatu variabel di suatu area yang berdekatan adalah sama.
Kesamaan antara dua pengukuran tersebut akan menurun seiring dengan bertambahnya jarak pengukuran. Schultz et al. (1994) mengidentifikasi tiga sub-kategori utama pada teknik analisa multi-atribut geostatistik, yaitu:
1. Perluasan dari co-kriging untuk melibatkan lebih dari satu atribut sekunder untuk memprediksi parameter utama.
2. Metode yang menggunakan matriks kovariansi untuk memprediksi suatu parameter dari atribut input yang telah diberi bobot secara linear.
3.
Metode yang menggunakan Artificial Neural Network (ANN) atau teknik optimisasi non-linear untuk mengkombinasikan atribut-atribut menjadi perkiraan dari parameter yang diinginkan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam multiatribut seismik:
1. Melakukan pengikatan data sumur dengan data seismik (well-seismic tie) dan menentukan properti log yang akan digunakan.
2. Log filtering, agar data log memiliki rentang frekuensi yang sama dengan rentang frekuensi seismik, contoh dilakukan bandpass filtering dengan frekuensi 2-10-45-65 Hz.
3. Menentukan atribut mana saja yang akan digunakan dalam prediksi log ini, sehingga dilakukan training terhadap log target dengan beberapa atribut seismik. Parameter untuk menentukan kelompok atribut seismik terbaik yang akan digunakan untuk memprediksi log target adalah nilai prediksi error dan validasi error. Nilai prediksi error akan menurun sejalan dengan jumlah atribut yang digunakan (semakin banyak jumlah atribut yang digunakan maka nilai prediksi errornya akan semakin kecil).
4. Krosploting antara log prediksi dengan log target.
5. Membuat volume multiatribut.

Courtesy Hampson Russel Software (Emerge Workshop)

Gambar 1, dilakukan analisa multiatribut untuk memprediksi atau mengestimasi volume properti log p-wave, dipilih maximum number of attributes sebanyak 7 buah.
Gambar 2, nilai training error menurun sejalan dengan jumlah atribut yang digunakan, sebagaimana yang diharapkan. Saat kita menggunakan lebih dari more 6 attributes, validasi Error meningkat, berarti data atribut tambahan menyebabkan data mengalami over-fitting.
Gambar 3, krosplot antara predicted p-wave vs actual p-wave, dengan nilai koefisien korelasi 71 %.
Gambar 4,
hasil multi-attribute transform disetiap log target.
Gambar 5, hasil akhir volume p-wave yang dihasilkan melalui analisis multiattribut. Perhatikan fitur channel terlihat dengan baik pada bagian tengah dan fit dengan kurva p-wave.
Slide 87

October 8, 2009

Spectral Decomposition

Dalam dunia eksplorasi migas sering ditemui kendala dalam interpretasi. Salah satunya apabila gelombang seismik melalui lapisan tipis, akan terjadi tuning effect sehingga Top dan Bottom batas lapisan tipis tidak dapat terdeteksi dengan baik, dimana yang seharusnya terdapat dua lapisan hanya akan terlihat seperti satu lapisan saja, sehingga sulit untuk menginterpretasi penyebarannya secara lateral.

Tuning effect (Partyka, Gridley, and Lopez, 1999)

Selain itu dikarenakan penampang normal seismik yang mempunyai rentang frekuensi gelombang pada umumnya 10-70 Hz (dalam kisaran), dengan frekuensi dominan sekitar 30Hz, sehingga fitur geologi yang ingin dilihat menjadi tertutupi, karena pada frekuensi yang berbeda akan menampilkan fitur geologi yang berbeda pula, karena pada hakikatnya sifat geologi seperti ketebalan, kandungan fluida, dll hanya akan dilihat lebih pada level frekuensi tertentu/frekuensi tunggal.

Sehingga dilakukan proses dekomposisi terhadap spektrum frekuensi / dicari satu frekuensi yg berasosiasi (misal 12 Hz, 14 Hz, dsb) dengan fitur tertentu.

Spectral Decomposition adalah salah satu jenis atribut frekuensi yang digunakan untuk imaging dan memetakan temporal bed thickness dan geologic discontinuities pada survei 3D. Teknik ini dapat meningkatkan definisi prospek melewati resolusi tuning seismik dan dapat membantu memecahkan apa yang tidak bisa diselesaikan dalam domain waktu. Manfaat atribut spectral decomposition :
- Delineasi facies / setting stratigrafi (seperti flood plane boundaries, reef boundaries, channel sands, incised valley-fill sands, dan lapisan tipis lainnya)
- Mengetahui arah pengendapan
- Pemetaan struktur secara detail termasuk sistem sesar kompleks

Spectral Decomposition mengubah data seismik ke domain frekuensi dengan menggunakan Discrete Fourier Transform (DFT) atau Maximum Entropy Method (MEM). Pengubahan (fasa bebas) spektrum amplitudo digunakan untuk mendelineasi variasi ketebalan lapisan, sedangkan spektrum fasa digunakan untuk mengindikasikan ketidakmenerusan geologi secara lateral. Teknik ini telah terbukti menjadi suatu pendekatan yang sempurna dalam estimasi ketebalan dan identifikasi sesar (Landmark Software).

Tuning Cube
Merupakan zone of interest hasil transformasi dari domain waktu ke domain frekuensi dengan Discrete Fourier Transform.
Konsep analisa tuning cube adalah refleksi dari lapisan tipis mempunyai karakteristik tersendiri dalam domain frekuensi. Karakteristik ini mengindikasikan temporal bed thickness.

Untuk melakukan proses tuning cube, langkah yang harus dilakukan adalah memilih window analysis pada cube seismik yang akan menjadi area of interest, selanjutnya data seismik dalam domain waktu ditransformasikan melalui DFT ke dalam domain frekuensi.

Zone of interest tuning cube (Partyka, 1999)

Saat gelombang seismik melalui lapisan pasir yang tipis, dihasilkan suatu gelombang yang terdiri dari dua wavelet hasil interferensi Top dan Bottom lapisan. Wavelet hasil interferensi top lapisan dengan lapisan diatasnya merupakan trough karena gelombang seismik memasuki lapisan yang lebih porous sehingga reflektifitas (RC) bernilai negatif. Sedangkan hasil interferensi bottom lapisan dengan lapisan dibawahnya merupakan peak sehingga reflektifitas (RC) bernilai positif. Refleksi gelombang tersebut menyimpan informasi temporal bed thickness lapisan pasir tipis, yang jika ditransformasikan dan dihasilkan spektrum amplitudo dalam domain frekuensi, maka perioda dominan pada domain frekuensi (Pf) itu merupakan 1/temporal thickness lapisan tipis tersebut (Partyka, 1999).

Interferensi spektral (Partyka,1999)

Dibawah ini adalah contoh perbandingan antara conventional amplitude slice (a) dan amplitude slice hasil spectral decomposition pada frekuensi 16 Hz (b), terlihat bahwa channel B dapat terlihat lebih baik dengan amplitude slice pada frekuensi 16 Hz (Partyka,1999).

Sedangkan, dibawah ini adalah contoh perbandingan antara conventional phase slice (c) dan phase slice hasil spectral decomposition pada frekuensi 26 Hz (d), terlihat bahwa fault dapat dilihat lebih baik dengan phase slice pada frekuensi 26 Hz (Partyka,1999).


October 6, 2009

Petroleum System

Komponen geologi dan berbagai proses mulai dari terbentuknya hidrokarbon pada source rocks hingga terakumulasi. Komponen-komponen tersebut adalah batuan sumber/source rocks, maturasi, reservoir, migrasi, perangkap/trap, dan batuan penyekat/seal .

1) Source Rocks
Source rocks atau batuan induk adalah endapan sedimen yang mengandung material organik yang apabila terpanaskan menghasilkan minyak dan gas bumi. Material organik yang terdapat pada endapan sedimen tersebut dinamakan kerogen.

Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu kerogen tipe I, tipe II, dan tipe III, yang selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV.

1. Kerogen tipe I (oil prone), memiliki perbandingan atom H/C tinggi dan perbandingan atom O/C rendah. Biasa terbentuk pada lingkungan air dangkal seperti lagoon dan danau. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan menghasilkan hidrokarbon cair atau minyak.

2. Kerogen tipe II (oil & gas prone), memiliki perbandingan atom H/C tinggi (1,2 – 1,5), sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 – 0,2). Tipe kerogen ini terbentuk dari alga laut, fosil dan lemak tanaman. Memiliki kandungan hidrogen tinggi dan oksigen rendah. Terkadang juga sering ditemukan unsur sulfur dalam jumlah besar, sehingga dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe II-S dengan berat belerang organik 8-14% dan perbandingan S/C > 0,04. Tipe ini merupakan bahan utama minyak bumi serta gas.

3. Kerogen tipe III (gas prone), memiliki perbandingan atom H/C relatif rendah dan perbandingan atom O/C tinggi. Memiliki kandungan hidrogen rendah sedangkan oksigen tinggi. Tipe ini memiliki kecenderungan membentuk gas (gas prone) dan sedikit minyak.

4. Kerogen tipe IV (inert), tersusun material rombakan berwarna hitam dan opaque, terbentuk oleh bahan tanaman yang teroksidasi, Tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan minyak dan gas.
Plot perbandingan atom O/C vs H/C (Van Kravelen, 1961)

Slide 16
Slide 10Kandungan kerogen dari batuan induk dikenal dengan TOC (Total Organic Carbon), TOC dari suatu batuan induk pada umumnya diatas 1%, idealnya antara 2,5 - 5 %, dibawah ini adalah ukuran TOC dari suatu batuan induk :


2) Maturasi (tingkat kematangan)
Maturasi adalah proses perubahan secara biologis, fisika, dan kimia dari kerogen menjadi hidrokarbon. Proses maturasi berawal sejak endapan sedimen yang kaya bahan organik terendapkan. Pada tahapan ini, terjadi reaksi pada temperatur rendah yang melibatkan bakteri anaerobik yang mereduksi oksigen, nitrogen dan belerang sehingga menghasilkan konsentrasi hidrokarbon.

Proses ini terus berlangsung sampai suhu batuan mencapai 50° celcius. Selanjutnya, efek peningkatan temperatur menjadi sangat berpengaruh sejalan dengan tingkat reaksi dari bahan-bahan organik kerogen, karena temperatur terus mengingkat sejalan dengan bertambahnya kedalaman, efek pemanasan secara alamiah ditentukan oleh seberapa dalam batuan induk tertimbun (gradien geothermal). Slide 48

Maturasi terjadi pada batuan induk yang mencapai kondisi (tekanan & temperatur) tertentu atau biasa dinamakan kitchen, apabila batuan induk sudah matang, hidrokarbon akan mengalami gaya bouyancy untuk selanjutnya bermigrasi.

Pada temperatur diatas 50°C minyak dapat dihasilkan atau pada kedalaman sekitar 1000 m lalu terhenti pada suhu 150°C atau pada kedalaman sekitar 5000 m. Sedangkan pada temperatur tinggi diatas 150°C hanya menyisakan gas terutama methane (dry gas) yang terbentuk secara signifikan sejalan dengan bertambahnya temperatur & kedalaman.
Gambar di bawah menunjukkan skema maturation modelling, dari penampang ini dapat diprediksikan apakah berada dalam oil/gas window.

3) Migrasi
Migrasi adalah proses transportasi hidrokarbon dari batuan sumber menuju reservoir. Proses migrasi berawal dari migrasi primer (primary migration), yakni transportasi dari batuan induk ke batuan reservoir lapisan penyalur (carrier bed). Lalu diikuti oleh migrasi sekunder (secondary migration), yakni migrasi dalam batuan reservoirnya itu sendiri menuju tempat akumulasi.
4) Reservoir
Reservoir adalah batuan yang mempunyai poroitas dan permeabilitas yang baik untuk menyimpan dan mengalirkan fluida.

Jenis reservoir umumnya batu pasir dan batuan karbonat dengan porositas 15-30% (baik porositas primer maupun sekunder) serta permeabilitas minimum sekitar 1 mD (mili Darcy) untuk gas dan 10 mD untuk minyak ringan (light oil).

5) Trap (perangkap)
adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan terjebaknya/terakumulasinya hidrokarbon.
Dibawah ini adalah jenis-jenis perangkap hidrokarbon :

6) Seal (Batuan penyekat)
Seal adalah batuan penyekat yang bersifat impermeabel, biasanya merupakan batu serpih/shale, anhydrite dan garam, membentuk barrier atau penutup diatas maupun disekitar reservoir.
Slide 51
Slide 48

October 4, 2009

Tektonik Lempeng

Bermula dari berabad-abad yang lalu, ketika beberapa pengamat peta bumi menunjukkan adanya kesamaan bentuk garis pantai timur Amerika selatan dan Afrika barat. Diantaranya adalah Sir Francis Bacon (1620), lalu Antonio Schneider Pellegrini (1855) menunjukkan bahwa kedua benua ini bersatu. Akibatnya timbullah pemikiran bahwa semula kedua benua itu bersatu dan akhirnya berpisah.

Alfred Wegener (1912), mengumumkan konsep Apungan Benua (Continental Drift), dalam monografi The origin of Continents and Oceans. Hipotesis utamanya adalah adanya satu super kontinen yang dinamakan Pangea (artinya semua daratan) yang dikelilingi Panthalassa (semua lautan). Sekitar 200 juta tahun yang lalu super kontinen ini pecah menjadi benua-benua yang lebih kecil. Pada masa itu terjadi pro-kontra akan teori ini, bagaimana suatu massa benua yang besar bisa mengapung dan bergerak diatas bumi yang padat, dan pada saat itu belum adanya bukti-bukti yang mendukung teori tersebut, sehingga Wegener mengumpulkan bukti-bukti untuk mendukung hipotesanya selain kesamaan garis pantai, dijumpai pula kesamaan fosil, struktur dan batuan.

A du Toit (1937), mempunyai pemikiran bahwa semula ada dua super kontinen, disebelah utara dinamakan Laurasia (Amerika utara, Greenland, Eropa, dan Asia). Sedangkan di bagian selatan dinamakan Gondwana (Amerika selatan, antartika, afrika, madagaskar, india, dan australia). Kedua super kontinen ini dipisahkan oleh samudera Paleo Tethys.

Sejarah Perkembangan Bumi

Teori Tektonik Lempeng adalah teori dalam bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi, teori ini telah mencakup dan juga menggantikan teori Continental Drift yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh pertama abad ke-20.

Prinsip kunci Tektonik Lempeng adalah adanya lempeng litosfer yang padat dan kaku "terapung" diatas selubung bagian atas yang bersifat plastis. Bagian selubung bagian atas mendekati lebur atau dapat dikatakan hampir cair, sehingga masuk akal bila litosfer mengapung diatasnya.

Kerak bumi dan selubung teratas bersifat padat disebut litosfer, ketebalan litosfer ini tidak sama diseluruh permukaan bumi. Dibawah samudera tebalnya sekitar 50 km, sedangkan dibawah benua sekita 100 km. Lapisan dibawahnya adalah astenosfer yang artinya lapisan lentur, tidak kaku, bersifat plastis. Lapisan ini sampai kedalaman 500 km didalam selubung. Plastisitas bagian atas lapisan ini dikarenakan sifatnya yang hampir melebur (partial melting).
Susunan Bumi

Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempeng-lempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan yang lainnya di batas-batas lempeng secara :
1) Divergen, lempeng-lempeng bergerak saling menjauh, mengakibatkan material dari selubung naik ke atas dan membentuk lantai samudera baru.
2) Konvergen, lempeng-lempeng bertemu menyebabkan salah satu lempeng masuk ke selubung menyusup dibawah yang lain.
3) Transform, lempeng saling bergesekan, bergerak sejajar namun berlawanan arah.
Tiga jenis batas lempeng (Courtesy Wikipedia Indonesia)

Mengapa lempeng bergerak ?
Belum diketahui penyebab secara pasti, namun yang banyak diterima saat ini adalah adanya arus konveksi pada selubung atau mantel. Energi panas dalam hal ini adalah panas bumi. Panas bumi tidak tetap tersimpan di pusat bumi, melainkan menyebar keluar sepanjang waktu. Berarti bumi mendingin dengan cepat dan kehilangan panasnya yang terkonsentrasi akibat gravitasi puluhan juta tahun yang lalu. Panas dari dalam akan keluar dengan cepat, akan tetapi karena cara konduksi dan radiasi panas melalui batuan sangatlah lambat, maka cara yang cepat adalah konveksi panas yang melambatkan gerak cairan.